Jumat, 30 Januari 2009

KERANG

Kadang tak terpikirkan oleh kita, kalau Kerang bisa kita jadikan sebuah inspirasi yang amat berharga. Ayo kita simak ceritanya...

AIR MATA MUTIARA...

Pada suatu hari seekor anak kerang di dasar laut mengadu dan mengeluh pada ibunya sebab sebutir pasir tajam memasuki tubuhnya yang merah dan lembek.

"Anakku," kata sang ibu sambil bercucuran air mata, "Tuhan tidak Memberikan pada kita, bangsa kerang, sebuah tangan pun, sehingga Ibu tak bias menolongmu".

Si ibu terdiam, sejenak, "Sakit sekali, aku tahu anakku. Tetapi terimalah itu sebagai takdir alam. Kuatkan hatimu. Jangan terlalu lincah lagi. Kerahkan semangatmu melawan rasa ngilu dan nyeri yang menggigit. Balutlah pasir itu dengan getah perutmu. Hanya itu yang bisa kau perbuat", kata ibunya dengan sendu dan lembut.

Anak kerang pun melakukan nasihat bundanya. Ada hasilnya, tetapi rasa sakit bukan alang kepalang. Kadang di tengah kesakitannya, ia meragukan nasihat ibunya. Dengan air mata ia bertahan, bertahun-tahun lamanya. Tetapi tanpa disadarinya sebutir mutiara mulai terbentuk dalam dagingnya. Makin lama makin halus. Rasa sakit pun makin berkurang. Dan semakin lama mutiaranya semakin besar. Rasa sakit menjadi terasa lebih wajar. Akhirnya sesudah sekian tahun, sebutir mutiara besar, utuh mengkilap, dan berharga mahal pun terbentuk dengan sempurna. Penderitaannya berubah menjadi mutiara, air matanya berubah menjadi sangat berharga. Dirinya kini, sebagai hasil derita bertahun-tahun, lebih berharga daripada sejuta kerang lain yang Cuma disantap orang sebagai kerang rebus di pinggir jalan.

Cerita di atas adalah sebuah paradigma yg menjelaskan bahwa penderitaan adalah lorong transendental untuk menjadikan "kerang biasa" menjadi "kerang luar biasa". Karena itu dapat dipertegas bahwa kekecewaan dan penderitaan dapat mengubah "orang biasa" menjadi "orang luar biasa".

Banyak orang yang mundur saat berada di lorong transendental tersebut, karena mereka tidak tahan dengan cobaan yang mereka alami. Ada dua pilihan sebenarnya yang bisa mereka masuki: menjadi `kerang biasa' yang disantap orang, atau menjadi `kerang yang menghasilkan mutiara'.

Sayangnya, lebih banyak orang yang mengambil pilihan pertama, sehingga tidak mengherankan bila jumlah orang yang sukses lebih sedikit dari orang yang `biasa-biasa saja'.

Mungkin saat ini kita sedang mengalami penolakan, kekecewaan, patah hati, atau terluka karena orang-orang di sekitar kamu. Cobalah utk tetap tersenyum dan tetap berjalan di lorong tersebut, dan sambil katakan di dalam hatimu... "Airmataku diperhitungkan Tuhan... dan penderitaanku ini akan mengubah diriku menjadi mutiara!..." (Sumber: Resonansi-Copyright © 2004 SUARA MERDEKA)
Selanjutnya...
Senin, 19 Januari 2009

Mulailah Sebelum Terlambat

Mulai saja sekarang. Segala pekerjaan akan terasa lebih mudah jika anda telah mulai mengerjakannya.

Letakkan satu langkah kaki di depan langkah kaki lainnya, terus lakukan selangkah demi selangkah. Dan, anda pun sampai di ujung jalan.

Satu langkah memang jauh dari kesempurnaan tapi langkah itu cukup berharga dan bermanfaat bagi anda.

Mulailah sekarang… karena kesempurnaan akan tercapai ketika anda melakukannya.

Teori yang begitu banyak, tapi tak pernah dilakukan takkan menghasilkan apa-apa.

Nikmati dan hargai kerja langkah anda. Berbanggalah karena anda telah memulai mengerjakannya.

Langkah anda adalah sebuah kesempatan, kemanapun tujuan anda. Kesempatan bagi anda untuk mencapai tujuan hidup anda dan orang-orang di sekitar anda.

Kesempatan yang hanya akan datang, jika anda memulainya sekarang….

Aku tak pernah bertanya apakah sesuatu itu MUNGKIN untuk dilakukan?
Tapi aku bertanya, bagaimana cara melakukannya?
(Thomas A Edison, penemu Lampu dan pemegang lebih dari 1000 hak paten)


Semoga ini bisa menjadi inspirasi kita bersama.
Selanjutnya...

Air dan Pohon Pisang

Air merupakan salah satu anugerah yang tiada tara yang diberikan oleh sang pencipta secara cuma-cuma. Aku yakin seluruh makhluk hidup membutuhkan air walaupun kapasitas kebutuhannya berbeda-beda.

Bila kita perhatikan perilaku air, dia akan selalu mengalir ketempat yang lebih rendah walaupun banyak penghalang atau rintangan yang menghadangnya, dia akan mencari celah untuk bisa ia lalui untuk selanjutnya mengalir ke tujuan semula. Ia takkan berhenti sebelum sampai ke tujuannya.

Seyogyanya manusia juga demikian, ia takkan pernah berhenti sebelum sampai tujuannya.

Ambillah contoh ketika kita melakukan ibadah yang berupa sholat dan ibadah-ibadah lainnya. Kita niatkan sejak awal hanya untuk sang pencipta (Alloh) murni, karena segala sesuatu tergantung dari niat awalnya. Ketika di seperempat, pertengahan, atau hampir selesai perjalanan ada berbagai macam godaan, abaikanlah karena tujuan kita bukanlah itu tapi Alloh. Dan kita juga bisa menerapkannya ke hal-hal lainnya.

Bicara emang gampang, tapi kalau kita sering berlatih pasti bisa. Seperti halnya bayi yang sedang belajar berjalan, walaupun berulang kali ia jatuh tetap saja mencoba dan mencoba… sampai akhirnya sukses.

Pohon pisang adalah tanaman yang bila kita tebang berapa kalipun akan tetap tumbuh sampai ia berbunga yang kemudian menjadi buah yang bisa kita nikmati. Filosofinya sama seperti air, janganlah pernah menyerah sebelum sampai tujuan yang akhirnya bisa memperoleh kesenangan yang bisa kita nikmati.

Masih banyak segala sesuatu dialam yang bisa kita jadikan ibroh (pelajaran).
Nantikan cerita selanjutnya…
Selanjutnya...
Kamis, 15 Januari 2009
Oke bro, ni da cerita pendek yang mungkin bisa menginspirasi kalian tentang perjalanan hidup ini, yang diambil dari kutipan buku. Moga bermanfaat.

Untuk mengatasi dirimu, gunakanlah akalmu
Dan untuk mengatasi orang lain, gunakanlah hatimu

Suatu ketika, ada seorang preman kampung datang ke sebuah acara pentas musik dangdut pasar malam. Ketika itu, sang preman datang mengendarai motor yang dipinjam dari kakaknya. Setibanya dari sana, dia bergabung dengan kawan-kawannya yang lain yang sedang menegak bir di pinggir lapangan. Setelah minum beberapa saat, sang preman itu pun mulai tampak mabuk. Dia ingin mengisap sebatang rokok, pergilah ia ke sebuah kios rokok Pak tua tak jauh dari tempatnya.
Dengan tubuh lunglai dan mata teler, ia berkata terpatah-patah layaknya orang mabuk, “Hei Pak Tua, gue beli rokok dong!” lalu Pak tua menyodorkan sebatang rokok, “Berapa duit nih?” Tanya preman itu. “lima ratus!” jawab Pak Tua. Lalu preman itu merogoh saku celananya untuk mengambil uang receh yang kemudian diberikan kepada Pak Tua. Ternyata uang itu hanya empat ratus rupiah sehingga Pak Tua pun bilang, “Hei, seratus lagi!” kata Pak Tua dengan agak kesal. “Apa?” sekali lagi preman itu bertanya. “seratus lagi, tau!” jawab Pak Tua yang semakin kesal. Tapi apa jawaban sang preman? Sesaat kemudian, dengan mata yang teler ia berkata, “Ya udah Pak Tua, kalo masih seratus lagi, kasih gue permen aja, deh!” (ha…ha..ha..).
Setelah menghabiskan rokok hampir dengan puntung-puntungnya, sang preman mabuk itu pun bergabung dengan teman-temannya berjoged di depan panggung pertunjukkan music dangdut. Tak terasa, waktu tiga jam cepat berlalu dan pertunjukan pun usai. Kini giliran preman yang masih setengah mabuk itu untuk pulang ke rumah. Ia berjalan sempoyongan menuju tempat parkir dan menghampiri motornya. Setelah duduk di atas jok, tiba-tiba ia berteriak keras memanggil tukang parkir. “Hei tukang parkir, sini lu!” Tukang parkir yang mengenal sang preman itu pun segera menghampiri dengan perasaan sedikit takut. “Ada apa bang?” Tanya tukang parkir. Lalu sang preman pun menjawab dengan nada mabuknya, “Hei lu, gemana lu nih jagain parkir ko ga bener sih?” “Ngga bener gemana, Bang?” tukang parkir balik bertanya. “Iya lu nih gemana jaga parkir kagak bener ya, liat neh stang motor gue ilang, kemana neh stang motor gue? Jangan-jangan lu curi, ya?” Tukang parkir yang tadinya berwajah tegang karena ketakutan kini malah tersenyum geli dan berkata kepada sang preman, “maaf bang, Abang duduknya kebalik sih! Itu kan stang motornya ada di belakang Abang!” setelah menoleh ke belakang, preman itu pun berkata “Oh iya ya gue kebalik ya naek motornya, ah lu mabok ya!” (ha..ha..).
Begitulah kisah sang pemabuk, Pak Tua, dan tukang parkir. Pak Tua dan tukang parkir tentu harus berlapang dada menghadapi kekonyolan-kekonyolan yang terjadi. Jika pak tua mengikuti emosi, yang terjadi bukan penyelesaian, namun justru keributan. Ia tentu harus merelakan uang seratus rupiah dan permennya untuk pemabuk itu. Begitu pula tukang parkir, kalau ia membalas kemarahan sang preman dengan emosi, akan terjadi perkelahian.
Dalam hidup ini memang tak jarang terjadi hal-hal konyol dan menyesakkan dada yang harus dihadapi dengan kesabaran dan pengertian. (sumber: Book Tafakur ).
Selanjutnya...