Oke bro, ni da cerita pendek yang mungkin bisa menginspirasi kalian tentang perjalanan hidup ini, yang diambil dari kutipan buku. Moga bermanfaat.
Untuk mengatasi dirimu, gunakanlah akalmu
Dan untuk mengatasi orang lain, gunakanlah hatimu
Dan untuk mengatasi orang lain, gunakanlah hatimu
Suatu ketika, ada seorang preman kampung datang ke sebuah acara pentas musik dangdut pasar malam. Ketika itu, sang preman datang mengendarai motor yang dipinjam dari kakaknya. Setibanya dari sana, dia bergabung dengan kawan-kawannya yang lain yang sedang menegak bir di pinggir lapangan. Setelah minum beberapa saat, sang preman itu pun mulai tampak mabuk. Dia ingin mengisap sebatang rokok, pergilah ia ke sebuah kios rokok Pak tua tak jauh dari tempatnya.
Dengan tubuh lunglai dan mata teler, ia berkata terpatah-patah layaknya orang mabuk, “Hei Pak Tua, gue beli rokok dong!” lalu Pak tua menyodorkan sebatang rokok, “Berapa duit nih?” Tanya preman itu. “lima ratus!” jawab Pak Tua. Lalu preman itu merogoh saku celananya untuk mengambil uang receh yang kemudian diberikan kepada Pak Tua. Ternyata uang itu hanya empat ratus rupiah sehingga Pak Tua pun bilang, “Hei, seratus lagi!” kata Pak Tua dengan agak kesal. “Apa?” sekali lagi preman itu bertanya. “seratus lagi, tau!” jawab Pak Tua yang semakin kesal. Tapi apa jawaban sang preman? Sesaat kemudian, dengan mata yang teler ia berkata, “Ya udah Pak Tua, kalo masih seratus lagi, kasih gue permen aja, deh!” (ha…ha..ha..).
Setelah menghabiskan rokok hampir dengan puntung-puntungnya, sang preman mabuk itu pun bergabung dengan teman-temannya berjoged di depan panggung pertunjukkan music dangdut. Tak terasa, waktu tiga jam cepat berlalu dan pertunjukan pun usai. Kini giliran preman yang masih setengah mabuk itu untuk pulang ke rumah. Ia berjalan sempoyongan menuju tempat parkir dan menghampiri motornya. Setelah duduk di atas jok, tiba-tiba ia berteriak keras memanggil tukang parkir. “Hei tukang parkir, sini lu!” Tukang parkir yang mengenal sang preman itu pun segera menghampiri dengan perasaan sedikit takut. “Ada apa bang?” Tanya tukang parkir. Lalu sang preman pun menjawab dengan nada mabuknya, “Hei lu, gemana lu nih jagain parkir ko ga bener sih?” “Ngga bener gemana, Bang?” tukang parkir balik bertanya. “Iya lu nih gemana jaga parkir kagak bener ya, liat neh stang motor gue ilang, kemana neh stang motor gue? Jangan-jangan lu curi, ya?” Tukang parkir yang tadinya berwajah tegang karena ketakutan kini malah tersenyum geli dan berkata kepada sang preman, “maaf bang, Abang duduknya kebalik sih! Itu kan stang motornya ada di belakang Abang!” setelah menoleh ke belakang, preman itu pun berkata “Oh iya ya gue kebalik ya naek motornya, ah lu mabok ya!” (ha..ha..).
Begitulah kisah sang pemabuk, Pak Tua, dan tukang parkir. Pak Tua dan tukang parkir tentu harus berlapang dada menghadapi kekonyolan-kekonyolan yang terjadi. Jika pak tua mengikuti emosi, yang terjadi bukan penyelesaian, namun justru keributan. Ia tentu harus merelakan uang seratus rupiah dan permennya untuk pemabuk itu. Begitu pula tukang parkir, kalau ia membalas kemarahan sang preman dengan emosi, akan terjadi perkelahian.
Dalam hidup ini memang tak jarang terjadi hal-hal konyol dan menyesakkan dada yang harus dihadapi dengan kesabaran dan pengertian. (sumber: Book Tafakur ).
Setelah menghabiskan rokok hampir dengan puntung-puntungnya, sang preman mabuk itu pun bergabung dengan teman-temannya berjoged di depan panggung pertunjukkan music dangdut. Tak terasa, waktu tiga jam cepat berlalu dan pertunjukan pun usai. Kini giliran preman yang masih setengah mabuk itu untuk pulang ke rumah. Ia berjalan sempoyongan menuju tempat parkir dan menghampiri motornya. Setelah duduk di atas jok, tiba-tiba ia berteriak keras memanggil tukang parkir. “Hei tukang parkir, sini lu!” Tukang parkir yang mengenal sang preman itu pun segera menghampiri dengan perasaan sedikit takut. “Ada apa bang?” Tanya tukang parkir. Lalu sang preman pun menjawab dengan nada mabuknya, “Hei lu, gemana lu nih jagain parkir ko ga bener sih?” “Ngga bener gemana, Bang?” tukang parkir balik bertanya. “Iya lu nih gemana jaga parkir kagak bener ya, liat neh stang motor gue ilang, kemana neh stang motor gue? Jangan-jangan lu curi, ya?” Tukang parkir yang tadinya berwajah tegang karena ketakutan kini malah tersenyum geli dan berkata kepada sang preman, “maaf bang, Abang duduknya kebalik sih! Itu kan stang motornya ada di belakang Abang!” setelah menoleh ke belakang, preman itu pun berkata “Oh iya ya gue kebalik ya naek motornya, ah lu mabok ya!” (ha..ha..).
Begitulah kisah sang pemabuk, Pak Tua, dan tukang parkir. Pak Tua dan tukang parkir tentu harus berlapang dada menghadapi kekonyolan-kekonyolan yang terjadi. Jika pak tua mengikuti emosi, yang terjadi bukan penyelesaian, namun justru keributan. Ia tentu harus merelakan uang seratus rupiah dan permennya untuk pemabuk itu. Begitu pula tukang parkir, kalau ia membalas kemarahan sang preman dengan emosi, akan terjadi perkelahian.
Dalam hidup ini memang tak jarang terjadi hal-hal konyol dan menyesakkan dada yang harus dihadapi dengan kesabaran dan pengertian. (sumber: Book Tafakur ).
8 komentar:
waah cerita yg bagus Mas..
inti sarinya mungkin begini ya:
Yang Waras Ngalah Aja Lah...
Ia bunda.. tp yang waras akal dan hatinya.. Ngapain kita berurusan ma preman mabuk yg ga punya kewarasan, tu hanya membuang-buang tenaga aja, betul kan...
Dan cerita diatas bisa kita jadikan sebagai salah satu contoh bahwa kita diharapkan tuk tdk menggunakan emosi (amarah) dalam melakukan sesuatu.
Mungkin sgitu dulu bunda...
Makasih.. dah mampir dan ngasih comment.
setuju bos..yg waras ngalah
nyimak deh cerita nya ya... D:
smoga berguna ya gan info nya :d
cerita nya keren juga ya
menarik juga artikel ini ya gan :D
smoga postingan ini berguna ya gan
:)) :)] ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} ~x( :-t b-( :-L x( =))
Posting Komentar
Silahkan isi komentar Anda, terima kasih..